Kamis, 24 September 2015

Termokimia dalam termodinamika

Teori Dasar Termokimia

Termokimia merupakan salah satu kajian khusus dari Termodinamika, yaitu kajian mendalam mengenai hubungan antara kalor dengan bentuk energi lainnya. Dalam termodinamika, kita mempelajarikeadaan sistem, yaitu sifat makroskopis yang dimiliki materi, seperti energi, temperatur, tekanan, dan volume. Keempat sifat tersebut merupakan fungsi keadaan, yaitu sifat materi yang hanya bergantung pada keadaan sistem, tidak memperhitungkan bagaimana cara mencapai keadaan tersebut.  Artinya, pada saat keadaan sistem mengalami perubahan, besarnya perubahan hanya bergantung pada kondisi awal dan akhir sistem, tidak bergantung pada cara mencapai keadaan tersebut.

Hukum Termodinamika I disusun berdasarkan konsep hukum kekekalan energi yang menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan; energi hanya dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Dalam kajian Hukum Termodinamika I, kita akan mempelajari hubungan antara kalor, usaha (kerja), dan perubahan energi dalam (ΔU).

Reaksi kimia yang sedang diujicobakan (reagen-reagen yang sedang dicampurkan) dalam tabung reaksi merupakan sistem. Sementara, lingkungan adalah area di luar sistem, area yang mengelilingi sistem. Dalam hal ini, tabung reaksi, tempat berlangsungnya reaksi kimia, merupakan lingkungan.
Reaksi eksoterm merupakan reaksi yang memancarkan (melepaskan) kalor saat reaktan berubah menjadi produk. Reaktan memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dibandingkan produk, sehingga energi dibebaskan pada perubahan reaktan menjadi produk. Sebaliknya, pada reaksi endoterm terjadi hal yang berlawanan. Pada reaksi endoterm, terjadi penyerapan kalor pada perubahan dari reaktan menjadi produk. Dengan demikian, reaktan memiliki tingkat energi yang lebih rendah dibandingkan produk.

Satuan ΔH adalah joule per mol atau kilojoule per mol. Hubungan kalor reaksi (Q), jumlah mol zat yang bereaksi (n), dan entalpi reaksi (ΔH) dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:
ΔH = Q / n

Kalorimeter bom bekerja secara adiabatik dan isokhorik. Kalor yang dilepaskan pada proses pembakaran di dalam kalorimeter bom akan menaikkan suhu kalorimeter dan dapat dijadikan sebagai dasar penentuan kalor pembakaran. Perubahan energi dalam dapat dihitung dengan mengukur kenaikan suhu dan kapasitas kalor yang ditentukan dari pembakaran sejumlah zat yang telah diketahui kalor pembakarannya. Perubahan energi dalam dapat dihitung dengan hukum Hess:
∆Uk    =  ∆UT  +  C (T'-T)
Hasil pengukuran dapat juga dinyatakan sebagai perubahan entalpi, ∆HT.
∆HT    =  ∆UT  +  ∆(nRT)

Kalor adalah perpindahan energi termal. Kalor mengalir dari satu bagian sistem ke bagian lain atau dari satu sistem ke sistem lain karena ada perbedaan tempratur. Selama pengalirannya kita tidak mengetahui proses keseluruhannya, misalnya keadaan akhirnya. Kalor belum diketahui sewaktu proses berlangsung. Kuantitas yag diketahui selama proses berlangsung ialah laju aliran Q yang merupakan fungsi waktu (Zemansky dan Dittman, 1991)

Kajian tentang kalor yang dihasilkan atau dibutuhkan oleh reaksi kimia disebut termokimia. Termokimia merupakan cabang dari termodinamika karena tabung reaksi dan isinya membentuk sistem. Jadi, kita dapat mengukur (secara tak langsung, dengan cara mengukur kerja atau kenaikan tempratur) energi yang dihasilkan oleh reaksi sebagai kalor dan dikenal sebagai q, bergantung pada kondisinya, apakah dengan perubahan energi dalam atau peubahan entalpi. Sebaliknya jika kita tahu ΔU atau ΔH suatu reaksi, kita dapat meramalkan jumlah energi yang dihasilkan sebagai kalor (Atkins, 1990).
Hampir semua reaksi kimia menyerap atau menghasilkan (melepaskan energi), umunya dalam bentuk kalor. Kalor (heat) adalah perpindahan energi termal antara dua benda yang suhunya berbeda. Sering dikatakan “aliran kalor” dari benda panas ke benda dingin. Walaupun kalor itu sendiri mengandung arti perpindahan energi, biasanya disebut “kalor diserap” atau “kalor dibebaskan” ketika menggambarkan perubahan energi yang terjadi selama proses tersebut.

Untuk menganalisis perubahan energi yang berkaitan dengan reaksi kimia pertama-tama harus mendefenisikan sistem (system), atau bagian tertentu dari alam yang menjadi perhatian kita. Untuk kimiawan, sistem biasanya mencakup zat-zat  yang terlibat dalam perubahan kimia dan fisika. Terdapat tiga jenis sistem. System terbuka (open system) dapat mempertukarkan massa dan energi (biasanya dalam bentuk kalor) dengan lingkungannya. Sebagai contoh, system terbuka dapat terdiri darisejumlah air dalam wadah terbuka. Sedangkan sisitem tertutup (closed system) yang memungkingkan perpindahan energi (kalor) tetapi bukan massanya. Dengan menempatkan air dalam wadahnya yang disekat seluruhnya, maka kita membuat sistem terosilasi (isolated system), yang tidak memungkinkan perpindahan massa maupun energi (Chang, 2001).

Jumlah energi total yang dimiliki oleh suatu zat di sebut entalpi atau isi panas yang dinyatakan dengan notasi H. perbedaan entalpi yang terdapat pada setiap zat menyebabkan terjadinya reaksi eksoterm atau reaksi endoterm. Besarnya entalpi suatu zat tidak dapat diukur. Namun perubahan entalpi yang menyertai suatu reaksi kimia dapat ditentukan. Perubahan entalpi dunyatakan dengan notasi ΔH, yang ditentukan oleh besarnya perbedaan entalpi zat-zat yang bereaksi (pereaksi atau reaktan) dan zat-zat hasil reaksi (Achmadi, 1995).

Perubahan energi yang dimaksud sampai sejauh ini timbul dari kerja mekanik langsung terhadap sistem (seperti sebuah kincir yang digerakkan dengan sebuah beban jatuh) atau dari terjadinya kontak kalor antara dua sistem pada suhu yang berbeda. Dalam kimia, sumber perubahan energi tambahan yang penting berasal dari kalor yang diberikan atau diambil dari lintasannya suatu reaksi kimia. Penelitian tentang pengaruh kalor ini di sebut termokimia. Karena reaksi kimia biasanya dipelajari pada tekanan tetap, kalor reaksi diukur pada tekakanan tetap (oxtoby , 2001).

Selain menggunakan metode kalorimeter, entalpi reaksi dapat pula ditentukan melalui beberapa metode lainnya. Salah satu metode yang sering digunakan para kimiawan untuk mempelajari entalpi suatu reaksi kimia adalah melalui kombinasi data-data ΔH°f. Keadaan standar (subskrip °) menunjukkan bahwa pengukuran entalpi dilakukan pada keadaan standar, yaitu pada tekanan 1 atm dan suhu 25°C. Sesuai kesepakatan, ΔH°f unsur bebas bernilai 0, sedangkan ΔH°f senyawa tidak sama dengan nol (ΔH°f unsur maupun senyawa dapat dilihat pada Tabel Termokimia). Kita dapat menghitung entalpi suatu reaksi kimia apabila ΔH°f unsur maupun senyawa yang terlibat dalam reaksi tersebut diberikan.

DAFTAR PUSTAKA
Achmadi. 1995. Ilmu Kimia. Jilid 2. Kendang Sari. Surabaya
Atkins, P.W. 1990. Kimia Fisika. Jilid I. Erlangga. Jakarta  
Atkins, Peter. 2000. Physical Chemistry 8thed. Oxford Press. Hal 38;47-50.
Chang, Raymond. 2001. Kimia Dasar. Jilid I. Erlangga. Jakarta
F.Daniel “Experimental Physical Chemistry”, 7th Ed.,Mc.Graw – Hill,New York.
Oxtoby, David W.2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern. Erlangga. Jakarta
Zemansky, Mark W dan Dittman, Richard H. 1990. Kalor dan Termodinamika. ITB.      Bandung.