Selasa, 27 Oktober 2015

teori identifikasi anion


A.      Teori Umum
Dalam kimia analisis kuantitatif dikenal suatu cara untuk menentukan ion (kation/anion) tertentu dengan menggunakan pereaksi selektif dan spesifik. Pereaksi selektif adalah pereaksi yang memberikan reaksi tertentu untuk satu jenis kation/anion tertentu. Dengan menggunakan pereaksi-pereaksi ini maka akan terlihat adanya perubahan-perubahan kimia yang terjadi, misalnya terbentuk endapan, terjadinya perubahan warna, bau dan timbulnya gas (G. Svehla : 1985).
Reaksi identifikasi yang lebih sederhana dikenal sebagai reaksi spesifik untuk golongan tertentu. Reaksi golongan untuk anion golongan III adalah AgNO3 yang hasilnya adalah endapan coklat merah bata (Ismail Besari : 1982).
Anion kompleks halida seperti anion kompleks berbasa banyak seperti oksalat misalnya (CO(C2O4)3)3- dan anion oksa dari oksigen (Ismail Besari : 1982).
Klorat, Bromat dan iodat merupakan ion yang bipiramidal yang terutama dijumpai pada garam lokal alkali. Anion okso logam transisi jarang digunakan, yang paling dikenal adalah kalium permanganat (KMnO4) dan kromat (CrO4) atau dikenal sebagai pengoksida (Ismail Besari : 1982).
Kimia analisis dapat dibagi dalam 2 bidang, yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif membahas tentang identifikasi zat-zat. Urusannya adalah unsur atau senyawa apa yang terdapat dalam suatu sampel. Sedangkan analisis kuantitatif berurusan dengan penetapan banyaknya satu zat tertentu yang ada dalam sampel (A.L. Underwood : 1993).
Anion berinti banyak dijumpai pada anion okso yang berinti 2, 3 atau 4 atom oksigen yang terikat pada atom inti dan menghasilkan atom deskret. Namun demikian, mungkin hanya terdiri dari 2 atom oksigen dan menghasilkan ion dengan jembatan oksigen seperti ion bikarbonat yang terbentuk dari CrO4 yang diasamkan (Ismail Besari : 1982).
Metode untuk mendeteksi anion tidaklah sistematik seperti pada metode untuk mendeteksi kation. Sampai saat ini belum pernah dikemukakan suatu skema yang benar-benar memuaskan, yang memungkinkan pemisahan anion-anion yang umum ke dalam golongan utama, dan dari masing-masing golongan menjadi anggota golongan tersebut yang berdiri sendiri. Pemisahan anion-anion ke dalam golongan utama tergantung pada kelarutan garam pelarutnya. Garam kalsium, garam barium, dan garam zink ini hanya boleh dianggap berguna untuk memberi indikasi dari keterbatasan-keterbatasan metode ini. Skema identifikasi anion bukanlah skema yang kaku, karena satu anion termasuk dalam lebih dari satu sub golongan (G. Svehla : 1985).
Untuk memudahkan menganalisa anion, diusahakan dulu dalam bentuk senyawa yang mudah larut dalam air. Umumnya garam-garam natrium mudah larut dalam garam karbonat dari logam-logam berat sukar larut dalam air, sehingga apabila zat yang akan dianalisa berupa zat yang sukar larut atau memberi endapan dengan Na2CO3, maka dibuat dahulu berupa ekstrak soda, kemudian dipisahkan dari endapan yang mengganggu tersebut (Anonim : 2011).
Analisa kualitatif menggunakan dua macam uji, reaksi kering dan reaksi basah. Reaksi kering dapat diterapkan untuk zat-zat padat dan reaksi basah untuk zat dalam larutan. Reaksi kering ialah sejumlah uji ynag berguna dapat dilakukan dalam keadaan kering, yakni tanpa melarutkan contoh. Petunjuk untuk operasi semacam ialah pemanasan, uji pipa tiup, uji nyala, uji spektroskopi dan uji manik. Reaksi basah ialah uji yang dibuat dengan zat-zat dalam larutan. Suatu reaksi diketahui berlangsung dengan terbentuknya endapan, dengan pembebasan gas dan dengan perubahan warna. Mayoritas reaksi analisis kualitatif dilakukan dengan cara basah (G. Svehla : 1985).
Kimia analisis secara garis besar dibagi dalam dua bidang yang disebut analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif membahas identifikasi zat-zat. Urusannya adalah unsur atau senyawaan apa yang terdapat dalam suatu sampel atau contoh. Pada pokoknya tujuan analisis kualitatif adalah memisahkan dan mengidentifikasi sejumlah unsur Analisis kuantitatif berurusan dengan penetapan banyak suatu zat tertentu yang ada dalam sampel atau contoh (Underwood,1986).
Metode dalam melakukan analisis kualitatif ini dilakukan secara konvensional, yaitu memakai cara visual yang berdasarkan kelarutan. Pengujian kelarutan dilakukan pertama-tama dengan mengelompokkan ion-ion yang mempunyai kemiripan sifat. Pengelompokan dilakukan dalam bentuk pengendapan di mana penambahan pereaksi tertentu mampu mengendapkan sekelompok ion-ion. Cara ini menghasilkan 6 kelompok yang namanya disesuaikan dengan pereaksi pengendap yang digunakan untuk mengendapkan kelompok ion tersebut. Kelompok ion-ion tersebut adalah: golongan klorida (I), golongan sulfide (II), golongan hidroksida (III), golongan sulfide (IV), golongan karbonat (V), dan golongan sisa (VI) (Anonim,2010).
Dalam metode analisis kualitatif ini, kita menggunakan beberapa pereaksi diantaranya pereaksi golongan dan pereaksi spesifik, kedua pereaksi ini dilakukan untuk mengetahui jenis anion / kation (Wiro, 2009).
Dalam analisa kualitatif cara memisahkan ion logam tertentu harus mengikuti prosedur kerja yang khas. Zat yang diselidiki harus disiapkan atau diubah dalam bentuk suatu larutan. Untuk zat padat kita harus memilih zat pelarut yang cocok. Ion-ion logam pada golongan-golongan diendapakan satu persatu, endapan dipisahkan dari larutannya dengan cara disaring atau diputar dengan sentrifuge, endapan dicuci untuk membebaskan dari larutan pokok atau dari filtrat dan tiap-tiap logam yang mungkin ada harus dipisahkan. Kation-kation diklasifikasikan dalam 5 golongan berdasarkan sifat-sifat kation itu terhadap beberapa reagensia (Cokrosarjiwanto,1977).
Banyak reaksi-reaksi yang menghasilkan endapan berperan penting dalam analisa kualitatif. Endapan tersebut dapat berbentuk kristal atau koloid dan dengan warna yang berbeda-beda. Pemisahan endapan dapat dilakukan dengan penyaringan atau pun sentrifus. Endapan tersebut jika larutan menjadi terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan suatu endapan adalah sama dengan konsentrasi molar dari larutan jenuhya. Kelarutan bergantung pada berbagai kondisi eperti tekanan, suhu, konsentrasi bahan lain dan jenis pelarut. Perubahan kelarutan dengan perubahan tekanan tidak mempunyai arti penting dalam analisa kualitatif, karena semua pekerjaan dilakukan dalam wadah terbuka pada tekanan atmosfer. Kenaikan suhu umumnya dapat memperbesar kelarutan endapan kecuali pada pada beberapa endapan, seperti kalsium sulfat, berlaku sebaliknya. Perbedaan kelarutan karena uhu ini dapat digunaan sebagai dasar pemisahan kation. Misalnya, pemisahan kation Ag, Hg(I), dan Pb dapat dilakukan dengan mengendapkan ketiganya sebagai garam klorida kemudian memisahkan Pb dari Ag dan Hg(I) dengan memberikan air panas. Kenaikan suhu akan memperbesar kelarutan Pb sehingga endapan tersebut larut sedngkan kedua kation lainnya tidak. Kelarutan bergantung juga pada sifat dan konsentrasi bahan lain yang ada dalam campuran larutan itu. Bahan lain tersebut dikenal dengan ion sekutu dan ion asing. Umumnya kelarutan endapan berkurang dengan adanya ion sekutu yang berlebih dan dalam prakteknya ini dilakukan dengan memberikan konsentrasi pereaksi yang berlebih. Tetapi penambahan pereaksi berlebih ini pada beberapa senyawa memberikan efek yang sebaliknya yaitu melarutkan endapan. Hal ini terjadi karena adanya pembentukan kompleks yang dapat larut denga ion sekutu tersebut (Masterton,1990).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2010). Penuntun Praktikum Kimia Analisis. Universitas Muslim Indonesia. Makassar.
Besari, Ismail, dkk. (1982), Kimia Organik untuk Universitas, Edisi I, Armico Bandung, Bandung.
Direktorat jendral POM. (1979). Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
L. Underwood, A., (1993), Analisis Kimia Kualitatif , Edisi IV, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Svehla, G. (1985). VOGEL : Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro , Bagian 1, Edisi V, PT. Kalma Media Pustaka, Jakarta.

Kamis, 15 Oktober 2015

teori kelarutan timbal balik


1.1  Latar belakang
Kelarutan sering digunakan dalam beberapa faham. Kelarutan menyatakan pengertian secara kualitatif dari proses larutan. Kelarutan juga di gunakan secara kuantitatif untuk menyatakan komposisi dari larutan. Suatu larutan dinyatakan merupakan ”larutan tidak jenuh” jika solute dapat ditambahkan untuk memperoleh berbagai larutan yang berbeda dalam konsentrasinya. Dalam banyak hal, ternyata proses penambahan solute tidak dapat berlangsung secara tidak terbatas. Suatu keadaan akan dicapai dimana penambahan solute pada sejumlah solvent yang tertentu tidak akan menghasilkan larutan lain yang memiliki konsentrasi lebih tinggi.
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible.
Pelarut tertentu pada umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Tingkat kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa-senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya terdapat sedikit kasus yang benar-benar tidak terdapat bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilewati agar dapat menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated) yang stabil.
Oleh karena itu praktikum ini dilaksanakan dengan tujuan agar praktikan dapat mengetahui kelarutan dua jenis zat yang tidak saling campur ketika dicampurkan pada saat mencapai titik kritis maupun sebelum mencapai titik kritis.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

            Istilah kelarutan digunakan untuk menyatakan jumlah maksimum zat yang dapat larut dalam sejumlah tertentu zat pelarut atau larutan. Kelarutan bergantung pada jenis zat terlarut, ada zat yang mudah larut tetapi banyak juga yang sedikit larut. Konsentrasi dari larutan jenuh, yaitu kelarutan, tergantung pada:
-              Sifat solvent
Kelarutan yang besar terjadi bila molekul-molekul solute mempunyai kesamaan dalam struktur dan sifat-sifat kelistrikan dari molekul-molekul solvent. Bila ada kesamaan dari sifat-sifat kelistrikan, misalnya momen dipol yang tinggi, antara solvent-solvent, maka gaya-gaya tarik yang terjadi antara solute-solvent adalah kuat. Sebaliknya, bila tidak ada kesamaan, maka gaya-gaya tarik solute-solvent lemah. Secara umum, padatan ionik mempunyai kelarutan yang lebih tinggi dalam solvent polar daripada dalam pelarut non-polar. Juga, jika solvent lebih polar, maka kelarutan dari padatan-padatan ionik akan lebih besar.
-           Sifat solute
Penggantian solute berarti pengubahan interaksi-interaksi solute-solute dan solute-solvent.
-              Suhu
Kelarutan gas dalam air biasanya menurun jika suhu larutan dinaikkan. Gelembung-gelembung kecil yang dibentuk bila air dipanaskan adalah kenyataan bahwa udara yang terlarut menjadi kurang larut pada suhu-suhu yang lebih kecil. Hal yang serupa, tidak ada aturan yang umum untuk perubahan suhu terhadap kelrutan cairan-cairan dan padatan-padatan (Rahman, 2004).

Jenis-jenis larutan yang penting yaitu :
1.    Larutan gas dalam gas
Gas dengan gas selalu bercampur sempurna membentuk larutan. Sifat-sifat larutan adalah aditif, asal tekanan total tidak terlalu besar.

2.    Larutan gas dalam cair
Tergantung pada jenis gas, jenis pelarut, tekanan dan temperatur. Daya larut N2, H2, O2 dan He dalam air, sangat kecil. Sedangkan HCl dan NH3 sangat besar. Hal ini disebabkan karena gas yang pertama tidak bereaksi dengan air, sedangkan gas yang kedua bereaksi sehingga membentuk asam klorida dan ammonium hidroksida. Jenis pelarut juga berpengaruh, misalnya N2, O2, dan CO2 lebih mudah larut dalam air daripada alkohol.
3.    Larutan cairan dalam cairan
            Bila dua cairan dicampur, zat ini dapat bercampur sempurna, bercampur sebagian, atau tidak sama sekali bercampur. Daya larut cairan dalam cairan tergantung dari jenis cairan dan temperatur. Zat-zat yang memiliki jenis kepolaran yang hampir sama dan daya larutnya besar, contohnya Benzena-Toluena, Air-Alkohol, Air-Metil. Zat-zat yang memiliki jenis kepolaran berbeda dan tidak dapat bercampur, contohnya air-nitrobenzena, air-klorobenzena (Petrucci, 1993).

Daya larut zat padat dalam cairan tergantung jenis zat terlarut, jenis pelarut, temperatur, dan sedikit tekanan. Batas daya larutnya adalah konsentrasi larutan jenuh. Konsentrasi larutan jenuh untuk bermacam-macam zat dalam air sangat berbeda, tergantung jenis zatnya. Umumnya daya larut zat-zat organik dalam air lebih besar daripada dalam pelarut-pelarut organik. Umumnya daya larut bertambah dengan naiknya temperatur karena kebanyakan zat mempunyai panas pelarutan positif.
Kelarutan timbal balik adalah kelarutan dari suatu larutan yang bercampur sebagian bila temperaturnya di bawah temperatur kritis. Jika mencapai temperatur kritis, maka larutan tersebut dapat bercampur sempurna (homogen) dan jika temperaturnya telah melewati temperatur kritis maka sistem larutan tersebut akan kembali dalam kondisi bercampur sebagian lagi. Salah satu contoh dari temperatur timbal balik adalah kelarutan fenol dalam air yang membentuk kurva parabola yang berdasarkan pada bertambahnya % fenol dalam setiap perubahan temperatur baik di bawah temperatur kritis maupun saat mencapai dan setelah melewati temperatur kritis. Jika temperatur dari dalam kelarutan fenol aquades dinaikkan di atas 50°C, maka komposisi larutan dari sistem larutan tersebut akan berubah. Kandungan fenol dalam air untuk lapisan atas akan bertambah lebih dari 11,8 % dan kandungan fenol dari lapisan bawah akan berkurang kurang dari 62,6 %. Pada saat suhu kelarutan mencapai 66°C maka komposisi sistem larutan tersebut menjadi seimbang dan keduanya dapat dicampur dengan sempurna (Voight, 1994).
Zat-zat dengan struktur kimia yang mirip umumnya dapat saling bercampur dengan baik, sedangkan zat-zat yang struktur kimianya berbeda umumnya kurang dapat saling bercampur (like dissolves like). Senyawa yang bersifat polar akan mudah larut dalam pelarut polar, sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam pelarut nonpolar. Contohnya alkohol dan air bercampur sempurna (completely miscible), air dan eter bercampur sebagian (partially miscible), sedangkan minyak dan air tidak bercampur (completely immiscible).
Kelarutan gas umumnya berkurang pada temperatur yang lebih tinggi. Misalnya jika air dipanaskan, maka timbul gelembung-gelembung gas yang keluar dari dalam air, sehingga gas yang terlarut dalam air tersebut menjadi berkurang. Kebanyakan zat padat kelarutannya lebih besar pada temperatur yang lebih tinggi. Ada beberapa zat padat yang kelarutannya berkurang pada temperature yang lebih tinggi.
Karena molekul-molekul dalam pelarut terdispersi secara merata, maka penggunaan larutan sebagai bentuk sediaan, umumnya memberikan jaminan keseragaman dosis dan memiliki ketelitian yang baik jika larutan diencerkan atau dicampur. Bila zat A dilarutkan dalam pelarut maka akan menjadi tipe larutan sebagai berikut:
1.        Larutan encer, yaitu larutan yang mengandung sejumlah kecil zat A yang terlarut.
2.      Larutan, yaitu campuran yang mengandung sejumlah besar zat A.
3.      Larutan jenuh, yaitu larutan yang mengandung jumlah maksimum zat A yang dapat larut dalam air pada volume dan tekanan tertentu.
4.      Larutan lewat jenuh, yaitu larutan yang mengandung jumlah zat A yang terlarut melebihi batas kelarutannya didalam air pada temperatur tertentu (Sukardjo, 2004).


DAFTAR PUSTAKA

Petrucci, Ralph H.1993. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta:Erlangga.

Rahman, Ijang. 2004. Kimia Fisika I. Malang: JICA.

Sukardjo. 2004. Kimia Fisika. Jakarta: Bineka Cipta.

Voight, R. 1994. Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM press.
Ita Trie Ka

teori kation golongan V

Kation golongan 5

Dasar teori
Reagensia Golongan, tak ada reagensia umum untuk kation – kation golongan ini. Reaksi golongan: kation-kation golongan kelima tidak bereaksi dengan asam klorida, hydrogensulfide atau garam-garam amonium dengan ammonium karbonat. Reaksi ion ammonium sangat serupa dengan reaksi-reaksi ion kalium, karena jari-jair iondari kedua ion ini hampir identik.

A.Magnesium, Mg ( Ar : 24,305).
Magnesium adalah logam putih, dapat ditempa dan diliat. Ia melebur pada 650o C. logam ini mudah terbakar dalam udara atau oksigen dengan mengeluarkan cahaya putih yang cemerlang, membentuk oksida MgO dan beberapa nitride Mg3N2.Logam ini perlahan-lahanterurai oleh air pada suhu biasa, tetapi pada titik didih air reaksi berlangsung secara cepat .
Magnesium hidroksida, jika tak ada garam ammonium, praktis tak larut. Magnesium larut dengan mudah dalam asam. Magnesium membentuk kation bivalen Mg2+. oksida, hidroksida, karbonat, dan fosfatnya tak larut : garam-garam lainnya larut. Rasanya pahit, beberapa dari garam-garam ini adalah higroskopis

B.Natrium, Na (Ar: 22,99)
Natrium adalah logam putih perak yang lunak, yang melebur pada 97,5. Natrium teroksidasi dengan cepat dalam udara lembab, maka harus disimpan terendam seluruhnya dalam pelarut nafta atau silena. Logam ini bereaksi keras dengan air, membentuk natrium hidroksida dan hydrogen.
Dalam garam-garamnya, natrium berada sebagai kation monovalen Na+. Garam-garam ii membentuk larutan tak berwarna kecuali jika anionnya berwarna; hampir semua garam natrium larut dalam air.

C.Kalium, K (Ar=39,098)
Kalium adalah logam putih-perak yang lunak. Logam ini melebur pada 63,5o C. Ia tetap tak berubah dalam udara kering, tetapi dengan cepat teroksidasi dalam udara lembab, menjaditertutup dengan suatu lapisan biru. Logan itu menguraikan air dengan dahsyat, sambil melepaskan hydrogen dan terbakar dengan nyala lembayung. Kalium biasanya disimpan dalam pelarut nafta. Garam-garam kalium mengandung kation monovalen K+, garam-garam ini biasanya larutdan membentuk larutan yang tak berwarna, kecuali bila anionnya berwarna.

D.Ion Amonium, NH4+ (Mr: 18,038).
Ion-ion ammonium diturunkan dari ammonia, NH3, dan hydrogen H+. Ciri-ciri khas ion ini adalah serupa dengan cirri-ciri khas ion logam-logam alkali. Dengan elektrolisis memakai katode dari merkurium dapat dibuat ammonium amalgam, yang mempunyai sifat-sifat serupa dengan amalgam dari natrium atau kalium.
Garam-garam ammonium umumnya adalah senyawa-senyawa yang larut dalamair, dengan membentuk larutan yang tak berwarna (kecuali bila anionnya berwarna). Dengan pemanasan, semua garam ammonium terurai menjadi ammonia dan asam yang sesuai. Kecuali jika asamnya tak mudah menguap, garam ammonium dapat dihilangkan secara kuantitatif dari campuran kering dengan memanaskan. Reaksi-reaksi ion ammonium umumnya serupa dengan reaksi-reaksi kalium,karena ukuran kedua ion itu hamper identik.

Senin, 12 Oktober 2015

kation golongan IV

PERCOBAAN V
IDENTIFIKASI KATION GOLONGAN IV

A.    Tujuan Percobaan
Mengidentifikasi dan membedakan reaksi-reaksi kation golongan IV.

B.     Dasar Teori
Kation-kation golongan keempat, tidak bereaksi dengan asam klorida, hidrogen sulfida ataupun amonium sulfida; tetapi amonium karbonat (jika ada amonia atau ion amonium dalam jumlah yang sedang) membentuk endapan-endapan putih. Uji ini harus dijalankan dalam larutan netral atau basa. Jika tak ada amonia atau ion amonium, magnesium juga akan mengendap. Endapan-endapan putih yang terbentuk dengan reagensia golongan adalah barium karbonat BaCO3, strontium karbonat SrCO3, dan kalsium karbonat CaCO3.
Barium adalah logam putih perak, dapat ditempa dan liat, yang stabil dalam udara kering.
Barium bereaksi dengan air dalam udara yang lembab, membentuk oksida atau hidroksida. Barium melebur pada 710oC. Logam ini bereaksi dengan air pada suhu ruang, membentuk barium hidroksida dan hydrogen.
Ba + H2O → Ba2+ + H2↑ + 2OH-
Asam encer melarutkan barium dengan mudah dengan mengeluarkan hidrogen.
Ba + 2H+ → Ba2+ + H2↑
Barium adalah bivalen dalam garam-garamnya, membentuk kation barium (II), Ba2+. Klorida dan nitratnya larut, tetapi dengan menambahkan asam klorida pekat atau asam nitrat pekat kepada larutan barium, barium klorida atau nitrat mungkin mengedap sebagai akibat hukum kegiatan massa.
Strontium adalah logam putih-perak, yang dapat ditempa dan liat. Strontium melebur pada 771oC. Sifat-sifatnya serupa dengan sifat-sifat barium.
Kalsium adalah logam putih perak, yang agak lunak. Ia melebur pada 845oC. Ia terserang oleh oksigen atmosfer dan udara lembab; pada reaksi ini terbentuk kalsium oksida dan/atau kalsium hidroksida. Kalsium menguraikan air dengan membentuk kalsium hidroksida dan hidrogen.
Kalsium membentuk kation kalsium (II), Ca2+, dalam larutan-larutan air. Garam-garamnya biasanya berupa bubuk putih dan membentuk larutan yang tidak berwarna, kecuali bila anionnya berwarna. Kalsium klorida dan kalsium nitrat larut dengan mudah dalam etanol atau dalam campuran 1:1 dari etanol bebas air dan dietil eter.

Tabel Identifikasi Kation Golongan IV

Reagen
Kation
Ba2+
Sr2+
Ca2+
1.       NH3
Tak ada endapan
Tak ada endapan
Tak ada endapan
2.       (NH4)CO3

+ NH4Cl
Putih, BaCO3↓

Sedikit larut
Putih, SrCO3↓

Sedikit larut
Amorf putih, CaCO3
Sedikit larut
3.       (NH4)2C2O4
+CH3COOH
+HCl
Putih, Ba(COO)2↓
Larut
-
Putih, Sr(COO)2↓
Tidak larut
larut
Putih, Ca(COO)2↓
Tidak larut
larut
4.       H2SO4(encer)
+(NH4)2SO4
Putih, BaSO4↓
Tidak larut
Putih, SrSO4↓
Tidak larut
Putih, CaSO4↓
Larut, [Ca(SO4)2]2-
5.       CaSO4(jenuh)
Putih, BaSO4↓
Putih, SrSO4↓
-
6.       K2CrO4
+CH3COOH
+HCl
Kuning, BaCrO4↓
Tidak larut
Larut
Kuning, SrCrO4↓
Larut
-
-
-
-

Kamis, 08 Oktober 2015

hasil teori identifikasi kation golongan III

IDENTIFIKASI KATION GOLONGAN 3


Kation golongan 3 (Al3+, Cr3+, Fe2+, Mn2+) membentuk sulfida yang lebih larut dibandingkan kation golongan 2. Karena itu untuk mengendapkan kation golongan 3 sebagai garam sulfida konsentrasi ion H+ dikurangi menjadi sekitar 10-9 M atau pH 9.Hal ini dapat dilakukan dengan penambahan amonium hidroksida danamonium klorida.Kemudian dijenuhkan dengan H2S. Dalam kondisi inikesetimbangan:
H2S → 2H+ + S2-

akan bergeser ke kanan. Dengan demikian konsentrasi S2-akan meningkan dan cukup untuk mengendapkan kation golongan III. H2S dapat juga diganti dengan (NH4)2S.
Penambahan amonium hidroksida dan amonium klorida juga dapat mencegah kemungkinan mengendapnya Mg menjadi Mg(OH)2. Penambahan kedua pereaksi ini menyebabkan mengendapnya kation Al3+, Cr3+ dan Fe2+, sebagai hidroksidanya, Fe(OH)3(coklat), Al(OH)3(putih) dan Cr(OH)3 (putih). Ion sulfida dapat bereaksi dengan Mn2+ dan Fe2+ akan bereaksi langsung membentuk endapan sulfida FeS (hitam) dan MnS(coklat).

1.      Pemisahan Sub golongan Aluminium dan Nikel
Hidroksida aluminium dan kromium bersifat amfoter sehingga larut dengan NaOH.Sebaliknya hidroksida besi dan mangan bersifat amfoter sehingga kation tersebut tidak larut dengan NaOH.Hal ini yang mendasari pemisahan kedua subgolongan dalam kation golongan III. Aqua regia juga akan mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+.
Jika NaOH ditambahkan maka hidroksida ke empat kation tersebut akan terbentuk, tetapi aluminium dan kromium yang bersifat amfoter akan larut membentuk kompleks Al(OH)4-, Cr(OH) 4- , Zn(OH) 4- , sedangkan kation yang lain tidak larut. Mn(OH)2 akan teroksidasi oleh udara menjadi MnO2 yang berwarna hitam. Penambahan hidrogen peroksida mempercepat oksidasi kedua zat tersebut, juga mengoksidasi Cr(OH)4- menjadi CrO42-.
Hidroksida besi cepat larut dalam asam sulfat menjadi Fe2+, tetapi MnO2 lambat larut. Hidrogen peroksida ditambahkan untuk mempercepat kelarutan endapan ini dengan caramereduksinya menjadi MnO. Reaksi yang berlangsung:
2.      Identifikasi besi
Identifikasi besi dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya:
a.     Kaliumheksasianoferat(II), K4Fe(CN)6
Membentuk endapan biru Prussian
4Fe3+ + 3Fe(CN)64-  →  Fe4[Fe(CN)6]3
b.    Kalium tiosianat, KSCN
Larutan berwarna merah
Fe3+ + SCN-  → Fe(SCN)63-

c.     dengan larutan natrium hi­droksida terbentuk endapan putih bila tidak terdapat udara sama sekali. Bila terkena udar akan teroksidasi menjadi besi (III) hidroksida yang berupa endapan coklat kemerahan.
Fe2+ + 2OH- → Fe(OH)2↓
4Fe(OH)2↓ + 2H2O + O2→ 4Fe(OH)3↓
4Fe(OH)3↓ + H2O2 → 2Fe(OH)3↓
d.    Dengan larutan amonia terjadi pengendapan besi (II) hidrok­sida.
Fe2+ + 2OH- → Fe(OH)2↓
e.     Dengan hidrogen sulfida tidak terjadi pengendapan dalam la­rutan asam.

f.Dengan larutan amonium sulfida terbentuk endapan hi­tam besi (II) sulfida yang larut dengan mudah dalam larutan asam.

Fe2++ S2- → FeS↓
FeS↓+ 2H+ → Fe2+ +H2S ↑
FeS↓+ 9O2 → 2Fe2O(SO4)2↑
g.    Dengan larutan kalium sia­nida terbentuk endapan coklat kekuningan yang larut dalam reagensia berlebihan.
Fe2++ 2CN- → Fe(CN)2↓
Fe(CN)2↓+4CN- → Fe(CN)64-

3.      Identifikasi Mn
a.     Mangan dapat diidentifikasi dengan mengoksidasi Mn2+ menjadi MnO4-yang berwarna ungu dengan natrium bismutat (NaBiO3) dalam asam nitrat.
2Mn2+ + 5HBiO3 + 9H+→ 2MnO4- + 5Bi3+ + 7H2O
b.    Dengan larutan natrium hidroksida terbentuk endapan putih. Endapan dengan cepat teroksidasi bila terkena udara menjadi coklat.
Mn2+ + 2OH- → Mn(OH)2↓
c.     Dengan larutan amonia terbentuk endapan putih. Endapan dengan cepat teroksidasi bila terkena udara menjadi coklat
Mn2+ + 2NH3 + 2H2O →Mn(OH)2↓ + 2NH4+
d.    Dengan larutan amonium sul­fida terbentuk endapan merah jambu dari mangan sulfida.
Mn2+ + S2- → MnS↓
e.     Dengan larutan natrium fosfat terbentuk endapan merah jam­bu dari mangan amonium fosfat.
Mn2+ + 2NH3 + HPO42- →Mn(NH4) PO4 ↓

4.    Pemisahan dan Identifikasi Sub golongan Al
Pada filtrat hasil pemisahan dengan sub golongan besi, penambahan asam nitrat akan memberikan reaksi berikut:
Al(OH)4- + 4H+ _ Al3+ + 4 H2O
2CrO42- + 2H+ _ Cr2O72- + H2O
Jika terdapat kromat warna larutan berubah menjadi jingga dengan terbentuknya dikromat. Penambahan amonium hidroksida lebih lanjut akan membentuk endapan putih yang menunjukkan adanya Al. Sedangkan Cr2O72-akan menjadi CrO42-.Identifikasi Cr dapat dilakukan dengan BaCl2 memberikan endapan kuning barium kromat.
CrO42- + Ba2+→ BaCrO4

5.   Identifikasi Kromium (Cr3+)
a.     Dengan larutan amonia terjadi endapan abu-abu hijau sam­pai abu-abu biru seperti gelatin dari kromium hidrok­sida yang larut sedikit dalam reagensia berlebihan.
Cr3+ + 3NH3 + 3H2O → Cr(OH)3↓ + 3NH4+
Cr(OH)3↓+ 6NH3 → Cr(NH3)6 3+↓ + 3OH-
b.    Dengan larutan natrium hi­droksida terbentuk endapan abu-abu hijau dari kromium hidroksida
Cr3+ + 3OH- → Cr(OH)3↓
c.     Dengan larutan natrium kar­bonat terbentuk endapan abu-abu hijau dari kromium hi­droksida
2Cr3+ + 3CO32-+ 3H2O → 2Cr(OH)3↓ +3CO2↑
d.    Dengan larutan amonium sul­fida terbentuk endapan abu-abu hijau dari kromium hi­drok­sida
2Cr3+ + 3S2- + 6H2O → 2Cr(OH)3↓+3H2S↑
e. Dengan larutan natrium asetat tidak terbentuk en­dapan dalam larutan netral dingin walaupun dengan men­didihkan.

6.   Identifikasi Kobalt (Co2+)
a.     Dengan larutan natrium hi­drok­sida terbentuk endapan biru
Co2+ + OH- + NO3- → Co(OH) NO3 ↓
b.    Dengan larutan amonia terjadi endapan biru.
Co2+ + NH3 + H2O + NO3- → Co(OH) NO3 ↓+ NH4+
c.     Dengan larutan amonium sul­fida terbentuk endapan hitam kobalt sulfida
Co2+ + S2- → CoS↓
d.    Dengan larutan kalium sia­nida bila ditambahkan per­lahan-lahan menghasilkan endapan coklat kemerahan besi (III) sianida.
Co2++ 2CN- → Co(CN)2↓

7.   Identifikasi Nikel (Ni2+)
a.     Dengan larutan natrium hi­droksida terbentuk endapan hijau
Ni2+ + 2OH- → Ni(OH)2↓
b.    Dengan larutan amonia terjadi endapan hijau
Ni2+ + 2NH3 + 2H2O → Ni(OH)2↓ + 2NH4+
c.     Dengan larutan amonium sulfida terbentuk endapan hitam nikel sulfida.
Ni2+ + S2- → NiS
 d.    Dengan larutan kalium sia­nida endapan hijau nikel (II) sianida.
Ni2++ 2CN- → Ni (CN)2↓
e.     Dengan hidrogen sulfida (gas/ larutan air jenuh) membentuk endapan.
8.   Identifikasi Zink (Zn2+)
a.     Dengan larutan natrium hi­droksida terbentuk endapan se­perti gelatin yang putih. Endapan larut dalam asam.
Zn2+ + 2OH- → Zn(OH)2↓
Zn(OH)2↓ + 2H+ → Zn2++ 2H2O
b. Dengan larutan amonia ter­bentuk endapan putih.
Zn2+ + 2NH3 + 2H2O →Zn(OH)2↓ + 2NH4+
c. Dengan larutan amonium sul­fida terbentuk endapan putih
Zn2+ + S2- → MnS↓
d. Dengan larutan dinatrium hi­drogen fosfat terbentuk en­dapan putih
Zn2+ + HPO42- → Zn(PO4)2 ↓ + 2H+
d.    Dengan larutan kalium sisid

teori kation golongan II

Kation golongan 2


II.                DASAR TEORI
Dua langkah utama dalam analisis adalah identifikasi dan estimasi komponenkomponen suatu senyawa. Langkah identifikasi dikenal sebagai analisis kualitatif, sedangkan langkah estimasinya adalah langkah kuantitatif. Analisis kualitatif dapat dikatakan lebih sederhana, sedangkan analisis kuantitatif agak lebih rumit. Analisis kualitatif bertujuan mengidentifikasi penyusun-penyusun suatu zat, campuran-campuran zat, atau larutan-larutan yang biasanya rseni-unsur penyusunnya bergabung antara yang satu dengan yang lain. Sedangkan analisis kuantitatif bertujuan untuk menentukan banyaknya penyusun-penyusun suatu zat atau persenyawaan. Biasanya identifikasi zat dilakukan dengan penambahan zat lain yang susunannya telah diketahui, sehingga terjadi perubahan (reaksi kimia). Zat yang susunannya telah diketahui dan yang menyebabkan terjadinya reaksi disebut pereaksi (reagen).Dalam analisis kualitatif sistematis, kation-kation diklasifikasikan dalam lima golongan, berdasarkan sifat-sifat kation itu terdapat beberapa reagensia. Reagensia yang umum dipakai diantaranya : asam klorida, Hidrogen rsenic, Amonium rsenic, dan Amonium karbonat. Klasifikasi kation berdasarkan atas apakah suatu kation bereaksi dengan reagensia, reagensia ini dengan membentuk endapan atau tidak boleh dikatakan bahwa klasifikasi kation yang paling umum didasarkan atas perbedaan kelarutan dari klorida, rsenic, dan karbonat dari kation tersebut.

Analisis kualitatif dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu reaksi kering dan reaksi basah. Cara kering biasanya digunakan pada zat padat, sedangkan cara basah digunakan pada zat cair (larutan) yang kebanyakan menggunakan pelarut air. Cara kering hanya menyediakan informasi yang diperlukan dan informasi tersebut bersifat jangka pendek. Sedangkan cara basah dapat digunakan untuk analisis makro, sem imakro, dan mikro sehingga banyak keuntungan yang didapat, misalnya reaksi terjadi dengan cepat dan mudah dikerjakan. Perubahan yang terjadi pada cara basah adalah terjadinya endapan, perubahan warna larutan, dan timbulnya gas.
Penambahan suatu elektrolit yang mengandung ion sejenis ke dalam larutan jenuh suatu garam akan menurunkan kelarutan garam tersebut karena konsentrasi ion bertambah dan kesetimbangan bergeser rsenic pembentukan garamnya. Untuk mempermudah dalam reaksi identifikasi kation-anion, maka digunakan metode analisis kualitatif sistematik.metode ini merupakan pengklasifikasian kation-kation ke dalam 5 golongan. Penggolongan kation-kation ini didasarkan pada produk hasil reaksi dengan suatu reagensia. Reagen yang umum digunakan adalah HCl, H2S, (NH4)2S, (NH4)2CO3. Kation biasanya bereaksi dengan reagen tertentu yang ditandai dengan terbentuknya endapan atau tdak. Jadi, bisa dikatakan bahwa klasifikasi kation yang paling umum didasarkan atas perbedaan kelarutan dari klorida, rsenic dan karbonat dari kation tersebut.
Kation Golongan II
Kation golongan ini tidak bereaksi dengan asam klorida, tetapi membentuk endapan dengan arsenic arsenic dalam suasana asam mineral encer. Ion-ion golongan ini adalah merkurium(II), tembaga, arsenic(III), arsenic(V), stibium(III), stibium(V), timah(II), timah(III), dan timah(IV).
Reagensia golongan : rsenic rsenic ( gas atau larutan jenuh )
Reaksi golongan       : endapan dengan berbagai warna : merkurium(II), rsenic, HgS(hitam), timbel(II) Sulfida, PbS(hitam), Tembaga(II), CuS(hitam), Kadmium rsenic, CdS(kuning), rsenic(III) rsenic, Bi2S3(coklat), Arsenik(III)rsenic, As2S3(kuning), rsenic(V) rsenic(kuning), stibium(III).

Kation golongan II dibagi menjadi dua bagian sub golongan, yaitu sub golongan tembaga dan sub golonngan arsenic. Dasar pembagian ini adalah kelarutan endapan sulfide dalam ammonium polysulfide. Sementara sulfide dari sub golongan tembaga tak larut dalam reagensia ini, sulfide dari sub golongan arsenic melarut dengan membentuk garam tio.
Sub golongan tembaga terdiri dari merkurium(II), timbel (II), bismuth(III), tembaga(II) dan cadmium(II). Meskipun bagian terbesar ion timbel(II) diendapkan dengan asam klorida encer bersama ion-ion lain dalam kation golongan I, pengendapan ini agak kurang sempurna disebabkan oleh kelarutan timbel(II)klorida yang relative tinggi. Kloroda, nitrat dan sulfat dari kation kation sub golongan tembaga, sangat mudah larut dalam air. Sulfide, hidroksi dan karbonatnya tak larut. Beberapa kation dari sub golongan tembaga ( merkurium (II), tembaga(II) dan cadmium(II) cenderung membentuk kompleks (ammonia, ion sianida dst).
Sub golongan arsenic terdiri dari ion arsenic (III), arsenic (V), stimbium (III), stimbium (V), timah (II) dan timah (IV). Ion-ion ini mempunyai sifat amfoter, oksidanya membentuk garam baik dengan asam manapun dengan basa. Jadi arsenic (III) oksida dapat larut dalam asam klorida (6M) dan terbentuk kation arsenic (III) :
 As2O3 + 6HCl → 2As3+ + 6Cl− + 3H2O
Disamping itu rsenic(III) oksida larut pula dalam natrium hidroksida(2M) yang membentuk ion arsenic :
As2O3 + 6OH−  →  2AsO33− + 3H2O

DAFTAR PUSTAKA

Luhbandjono, G, dkk. Semarang. Kimia Dasar II : Jurusan FMIPA UNNES. Halaman 21
Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. bagian I. PT. Kalman Media Pausaka. Jakarta
Tim dosen praktikum kimia analisa. 2010. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analisa. Teknik Kimia. FT UNNES Semarang.

Kamis, 24 September 2015

Termokimia dalam termodinamika

Teori Dasar Termokimia

Termokimia merupakan salah satu kajian khusus dari Termodinamika, yaitu kajian mendalam mengenai hubungan antara kalor dengan bentuk energi lainnya. Dalam termodinamika, kita mempelajarikeadaan sistem, yaitu sifat makroskopis yang dimiliki materi, seperti energi, temperatur, tekanan, dan volume. Keempat sifat tersebut merupakan fungsi keadaan, yaitu sifat materi yang hanya bergantung pada keadaan sistem, tidak memperhitungkan bagaimana cara mencapai keadaan tersebut.  Artinya, pada saat keadaan sistem mengalami perubahan, besarnya perubahan hanya bergantung pada kondisi awal dan akhir sistem, tidak bergantung pada cara mencapai keadaan tersebut.

Hukum Termodinamika I disusun berdasarkan konsep hukum kekekalan energi yang menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan; energi hanya dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Dalam kajian Hukum Termodinamika I, kita akan mempelajari hubungan antara kalor, usaha (kerja), dan perubahan energi dalam (ΔU).

Reaksi kimia yang sedang diujicobakan (reagen-reagen yang sedang dicampurkan) dalam tabung reaksi merupakan sistem. Sementara, lingkungan adalah area di luar sistem, area yang mengelilingi sistem. Dalam hal ini, tabung reaksi, tempat berlangsungnya reaksi kimia, merupakan lingkungan.
Reaksi eksoterm merupakan reaksi yang memancarkan (melepaskan) kalor saat reaktan berubah menjadi produk. Reaktan memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dibandingkan produk, sehingga energi dibebaskan pada perubahan reaktan menjadi produk. Sebaliknya, pada reaksi endoterm terjadi hal yang berlawanan. Pada reaksi endoterm, terjadi penyerapan kalor pada perubahan dari reaktan menjadi produk. Dengan demikian, reaktan memiliki tingkat energi yang lebih rendah dibandingkan produk.

Satuan ΔH adalah joule per mol atau kilojoule per mol. Hubungan kalor reaksi (Q), jumlah mol zat yang bereaksi (n), dan entalpi reaksi (ΔH) dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:
ΔH = Q / n

Kalorimeter bom bekerja secara adiabatik dan isokhorik. Kalor yang dilepaskan pada proses pembakaran di dalam kalorimeter bom akan menaikkan suhu kalorimeter dan dapat dijadikan sebagai dasar penentuan kalor pembakaran. Perubahan energi dalam dapat dihitung dengan mengukur kenaikan suhu dan kapasitas kalor yang ditentukan dari pembakaran sejumlah zat yang telah diketahui kalor pembakarannya. Perubahan energi dalam dapat dihitung dengan hukum Hess:
∆Uk    =  ∆UT  +  C (T'-T)
Hasil pengukuran dapat juga dinyatakan sebagai perubahan entalpi, ∆HT.
∆HT    =  ∆UT  +  ∆(nRT)

Kalor adalah perpindahan energi termal. Kalor mengalir dari satu bagian sistem ke bagian lain atau dari satu sistem ke sistem lain karena ada perbedaan tempratur. Selama pengalirannya kita tidak mengetahui proses keseluruhannya, misalnya keadaan akhirnya. Kalor belum diketahui sewaktu proses berlangsung. Kuantitas yag diketahui selama proses berlangsung ialah laju aliran Q yang merupakan fungsi waktu (Zemansky dan Dittman, 1991)

Kajian tentang kalor yang dihasilkan atau dibutuhkan oleh reaksi kimia disebut termokimia. Termokimia merupakan cabang dari termodinamika karena tabung reaksi dan isinya membentuk sistem. Jadi, kita dapat mengukur (secara tak langsung, dengan cara mengukur kerja atau kenaikan tempratur) energi yang dihasilkan oleh reaksi sebagai kalor dan dikenal sebagai q, bergantung pada kondisinya, apakah dengan perubahan energi dalam atau peubahan entalpi. Sebaliknya jika kita tahu ΔU atau ΔH suatu reaksi, kita dapat meramalkan jumlah energi yang dihasilkan sebagai kalor (Atkins, 1990).
Hampir semua reaksi kimia menyerap atau menghasilkan (melepaskan energi), umunya dalam bentuk kalor. Kalor (heat) adalah perpindahan energi termal antara dua benda yang suhunya berbeda. Sering dikatakan “aliran kalor” dari benda panas ke benda dingin. Walaupun kalor itu sendiri mengandung arti perpindahan energi, biasanya disebut “kalor diserap” atau “kalor dibebaskan” ketika menggambarkan perubahan energi yang terjadi selama proses tersebut.

Untuk menganalisis perubahan energi yang berkaitan dengan reaksi kimia pertama-tama harus mendefenisikan sistem (system), atau bagian tertentu dari alam yang menjadi perhatian kita. Untuk kimiawan, sistem biasanya mencakup zat-zat  yang terlibat dalam perubahan kimia dan fisika. Terdapat tiga jenis sistem. System terbuka (open system) dapat mempertukarkan massa dan energi (biasanya dalam bentuk kalor) dengan lingkungannya. Sebagai contoh, system terbuka dapat terdiri darisejumlah air dalam wadah terbuka. Sedangkan sisitem tertutup (closed system) yang memungkingkan perpindahan energi (kalor) tetapi bukan massanya. Dengan menempatkan air dalam wadahnya yang disekat seluruhnya, maka kita membuat sistem terosilasi (isolated system), yang tidak memungkinkan perpindahan massa maupun energi (Chang, 2001).

Jumlah energi total yang dimiliki oleh suatu zat di sebut entalpi atau isi panas yang dinyatakan dengan notasi H. perbedaan entalpi yang terdapat pada setiap zat menyebabkan terjadinya reaksi eksoterm atau reaksi endoterm. Besarnya entalpi suatu zat tidak dapat diukur. Namun perubahan entalpi yang menyertai suatu reaksi kimia dapat ditentukan. Perubahan entalpi dunyatakan dengan notasi ΔH, yang ditentukan oleh besarnya perbedaan entalpi zat-zat yang bereaksi (pereaksi atau reaktan) dan zat-zat hasil reaksi (Achmadi, 1995).

Perubahan energi yang dimaksud sampai sejauh ini timbul dari kerja mekanik langsung terhadap sistem (seperti sebuah kincir yang digerakkan dengan sebuah beban jatuh) atau dari terjadinya kontak kalor antara dua sistem pada suhu yang berbeda. Dalam kimia, sumber perubahan energi tambahan yang penting berasal dari kalor yang diberikan atau diambil dari lintasannya suatu reaksi kimia. Penelitian tentang pengaruh kalor ini di sebut termokimia. Karena reaksi kimia biasanya dipelajari pada tekanan tetap, kalor reaksi diukur pada tekakanan tetap (oxtoby , 2001).

Selain menggunakan metode kalorimeter, entalpi reaksi dapat pula ditentukan melalui beberapa metode lainnya. Salah satu metode yang sering digunakan para kimiawan untuk mempelajari entalpi suatu reaksi kimia adalah melalui kombinasi data-data ΔH°f. Keadaan standar (subskrip °) menunjukkan bahwa pengukuran entalpi dilakukan pada keadaan standar, yaitu pada tekanan 1 atm dan suhu 25°C. Sesuai kesepakatan, ΔH°f unsur bebas bernilai 0, sedangkan ΔH°f senyawa tidak sama dengan nol (ΔH°f unsur maupun senyawa dapat dilihat pada Tabel Termokimia). Kita dapat menghitung entalpi suatu reaksi kimia apabila ΔH°f unsur maupun senyawa yang terlibat dalam reaksi tersebut diberikan.

DAFTAR PUSTAKA
Achmadi. 1995. Ilmu Kimia. Jilid 2. Kendang Sari. Surabaya
Atkins, P.W. 1990. Kimia Fisika. Jilid I. Erlangga. Jakarta  
Atkins, Peter. 2000. Physical Chemistry 8thed. Oxford Press. Hal 38;47-50.
Chang, Raymond. 2001. Kimia Dasar. Jilid I. Erlangga. Jakarta
F.Daniel “Experimental Physical Chemistry”, 7th Ed.,Mc.Graw – Hill,New York.
Oxtoby, David W.2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern. Erlangga. Jakarta
Zemansky, Mark W dan Dittman, Richard H. 1990. Kalor dan Termodinamika. ITB.      Bandung.